pendapat-hukum-mengenai-diversi-dalam-sistem-peradilan-pidana-anak-1754723867

Pendapat Hukum Mengenai Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Dipublikasikan pada 14:55 08 Aug 2025 oleh Roewang LO

Oleh: Heriyadi, S.H., M.H.

Pendahuluan

Dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia, pendekatan yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak telah mendapatkan pijakan kuat melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Salah satu terobosan terpenting dari undang-undang ini adalah pengaturan diversi—sebuah mekanisme pengalihan penyelesaian perkara anak dari jalur peradilan pidana formal menuju penyelesaian secara musyawarah.

Diversi bukan sekadar prosedur alternatif, melainkan sebuah filosofi yang memandang anak bukan hanya sebagai pelaku tindak pidana, tetapi juga sebagai individu yang masih memiliki potensi untuk dibina dan dipulihkan.

Dasar Hukum Diversi

Pengaturan diversi secara eksplisit terdapat dalam UU SPPA, di antaranya:

  1. Pasal 1 angka 7 — mendefinisikan diversi sebagai pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke luar peradilan pidana.

  2. Pasal 5 ayat (1) — menegaskan bahwa sistem peradilan pidana anak berlandaskan pendekatan keadilan restoratif.

  3. Pasal 7 ayat (1) — mewajibkan upaya diversi pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan untuk perkara dengan ancaman pidana di bawah 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana.

Tujuan Diversi

Diversi hadir dengan tujuan :

  1. Menghindarkan anak dari stigma negatif proses peradilan.

  2. Mengupayakan penyelesaian damai antara anak dan korban.

  3. Mendorong anak untuk bertanggung jawab atas perbuatannya tanpa melalui pemenjaraan.

  4. Memulihkan hubungan sosial antara anak, korban, dan masyarakat.

Proses Pelaksanaan Diversi

Proses diversi dilakukan melalui musyawarah yang difasilitasi oleh aparat penegak hukum pada setiap tahapan perkara. Pihak-pihak yang terlibat antara lain:

  • Anak dan orang tua/wali.

  • Korban dan/atau keluarganya.

  • Pembimbing kemasyarakatan.

  • Pekerja sosial.

  • Aparat penegak hukum (penyidik, jaksa, hakim).

Kesepakatan diversi dapat berupa permintaan maaf, penggantian kerugian, pelayanan sosial, atau bentuk lain yang disepakati. Hasil kesepakatan kemudian dituangkan dalam berita acara dan memiliki kekuatan hukum mengikat.

Pendapat Hukum Penulis

Secara prinsip, diversi merupakan wujud konkret dari perlindungan hak anak dalam proses peradilan. Pendekatan ini selaras dengan asas restorative justice yang menempatkan pemulihan keadaan sebagai prioritas utama.

Namun, efektivitas diversi masih menghadapi tantangan, seperti kurangnya pemahaman aparat hukum, minimnya dukungan fasilitas mediasi, serta rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemulihan dibanding pembalasan. Oleh karena itu, selain penegakan aturan, diperlukan pelatihan berkelanjutan bagi aparat dan edukasi publik agar diversi benar-benar menjadi sarana pemulihan, bukan sekadar formalitas prosedural.