RUU Perampasan Aset: Senjata Pamungkas atau Sumber Masalah Baru?

ruu-perampasan-aset-senjata-pamungkas-atau-sumber-masalah-baru-1757589400

Dipublikasikan pada 19:16 11 Sep 2025 oleh Roewang LO

5.00

oleh : Heriyadi, S.H., M.H (Praktisi Hukum Muda Asal Banjarmasin) 
Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dan kejahatan ekonomi kerap menghadapi tantangan serius, terutama dalam hal pengembalian kerugian negara. Instrumen hukum yang ada sering kali belum efektif untuk menjerat aset hasil kejahatan yang disamarkan atau dialihkan kepada pihak ketiga. 
Sebagai respons, pemerintah dan DPR membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, yang dianggap sebagai “senjata pamungkas” untuk menutup celah hukum dalam pemberantasan korupsi dan tindak pidana ekonomi. 

Namun, apakah RUU ini benar-benar solusi atau justru menimbulkan persoalan baru? 


Konsep RUU Perampasan Aset

RUU ini mengatur mekanisme perampasan aset tanpa menunggu putusan pidana terhadap pelaku kejahatan. Intinya:

  • Negara dapat menyita dan merampas aset yang patut diduga berasal dari tindak pidana, meskipun pelakunya belum dijatuhi putusan bersalah.

  • Prosesnya dilakukan melalui pengadilan perdata khusus, bukan melalui jalur pidana murni.

  • Aset yang dirampas dapat berupa uang, properti, kendaraan, hingga harta bergerak maupun tidak bergerak lain yang diduga hasil tindak pidana. 

    Kelebihan Senjata Pamungkas

  1. Mempercepat pemulihan aset negara
    Tidak perlu menunggu proses pidana yang panjang, sehingga aset tidak sempat hilang atau dialihkan.

  2. Efektif menjerat “harta tanpa tuan”
    Banyak pelaku menyamarkan harta atas nama keluarga atau nominee. RUU ini memungkinkan negara tetap menyita aset meskipun pemilik formalnya bukan terdakwa.

  3. Memperkuat pemberantasan korupsi
    RUU ini melengkapi instrumen hukum yang sudah ada, seperti UU Tipikor, UU TPPU, dan KUHAP. 


    Kelemahan Sumber Masalah Baru

  1. Potensi melanggar asas praduga tak bersalah
    Aset bisa dirampas tanpa menunggu putusan pidana, sehingga menimbulkan pertanyaan: apakah seseorang bisa kehilangan hak atas hartanya meski belum terbukti bersalah?

  2. Rawan penyalahgunaan kewenangan
    Tanpa pengawasan ketat, RUU ini berpotensi digunakan sebagai alat tekanan politik atau kriminalisasi.

  3. Tantangan pembuktian terbalik
    RUU membuka peluang pembuktian terbalik (pemilik aset harus membuktikan bahwa hartanya sah). Jika tidak hati-hati, hal ini bisa bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia.

  4. Perlindungan pihak ketiga
    Bagaimana jika aset diperoleh dengan itikad baik oleh pihak lain (misalnya pembelian sah)? RUU ini harus memastikan ada mekanisme perlindungan hukum yang adil.

    Analisis Hukum

    RUU Perampasan Aset berada di antara kepastian hukum dan keadilan substantif. Dari perspektif hukum pidana modern, instrumen ini sejalan dengan prinsip non-conviction based asset forfeiture yang telah dipraktikkan di banyak negara.

    Namun, agar tidak menjadi sumber masalah, desain RUU ini harus:

    • Memastikan pengawasan pengadilan secara ketat.

    • Memberikan hak keberatan dan mekanisme banding bagi pemilik aset.

    • Mengatur secara jelas perlindungan terhadap pihak ketiga beritikad baik.

    • Menjamin bahwa penggunaan instrumen ini tidak menabrak hak asasi manusia.

      RUU Perampasan Aset bisa menjadi senjata pamungkas dalam memberantas korupsi dan kejahatan ekonomi, jika disusun dengan standar akuntabilitas, transparansi, dan perlindungan hak asasi yang kuat.

      Sebaliknya, tanpa desain hukum yang matang, RUU ini berpotensi menjadi sumber masalah baru, menimbulkan ketidakpastian hukum, dan merugikan warga negara yang. 

Beri Nilai Berita Kami